Renungan Ibadah Minggu 28 September 2025

Rindu Mendengarkan Ajaran Baru

Kisah Para Rasul 17: 16 – 21
17:16 Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala.
17:17 Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ.
17:18 Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab
dengan dia dan ada yang berkata: “Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?” Tetapi yang lain berkata: “Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.” Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya.
17:19 Lalu mereka membawanya menghadap sidang Areopagus dan mengatakan: “Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang kauajarkan ini?
17:20 Sebab engkau memperdengarkan kepada kami perkara-perkara yang aneh. Karena itu kami ingin tahu, apakah artinya semua itu.”
17:21 Adapun orang-orang Atena dan orangorang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru.

Latar Belakang dan Konteks.
Peristiwa ini terjadi di Athena, pusat intelektual dan filsafat dunia kuno yang dipenuhi dengan patung dewa-dewa, mencerminkan pencarian spiritual yang dalam namun tersesat. Saat itu, Paulus sedang sendirian menunggu rekan-rekannya. Di tengah lingkungan yang didominasi oleh pemikiran filsafat seperti Epikuros (pencari kenikmatan) dan Stoa (penganut logika dan ketenangan), Paulus tampil sebagai suara yang berbeda, membawa pesan yang asing bagi telinga mereka.

Reaksi Paulus dan Awal Interaksi.
Menyaksikan kota yang penuh berhala, hati Paulus dipenuhi dukacita spiritual. Kerinduan Athena akan ilah telah disalurkan secara keliru. Sebagai respons, Paulus mulai memberitakan Injil, baik di rumah ibadat kepada komunitas religius maupun di pasar (agora) kepada masyarakat umum, termasuk para filsuf. Inilah titik di mana ajaran “baru” mulai menarik perhatian para elite intelektual kota. Para filsuf menyapa Paulus. Awalnya mereka meremehkan dan menyebutnya “si peleter” ( istilah yang merendahkan, seperti “burung yang mematuk-matuk biji” atau “pengumpul sampah kata-kata”) tetapi mereka juga penasaran. Mereka menduga Paulus memberitakan “dewa-dewa asing” karena mendengar tentang “Yesus dan Kebangkitan, yang mereka kira adalah dewa/i baru. Rasa ingin tahu mendorong mereka untuk membawa Paulus ke Areopagus, siding resmi yang mengurusi ajaran baru. Permintaan mereka, “Bolehkah kami tahu ajaran baru apakah yang kauajarkan ini?” secara langsung mencerminkan tema “rindu akan ajaran baru.”

Inti dan Kritik atas Kerinduan Tersebut.
Lukas, penulis Kisah Para Rasul, memberikan komentar tajam dalam ayat 21: orang-orang Athena menghabiskan waktu mereka hanya untuk mengatakan dan mendengar segala sesuatu yang baru. Komentar ini mengungkapkan bahwa “kerinduan” mereka pada dasarnya adalah kepenasaranan intelektual, sebuah hobi untuk memperdebatkan ide-ide terbaru tanpa niat untuk diubah oleh kebenaran. Teks ini membedakan antara kerinduan yang sejati (yang menghasilkan pertobatan) dan sekadar ketertarikan pada hal baru yang bersifat intelektual yang bisa menjadi bahan debat dan diskusi saja.

Pelajaran untuk Kita Saat ini.
Teks ini menjadi peringatan bagi kita di era yang juga sering “rindu akan ajaran baru”—tergoda oleh tren teologi, podcast rohani terbaru, atau konsep spiritualitas populer. Apakah kerinduan kita adalah kerinduan orang Athena (sekadar memuaskan keingintahuan intelektual)? atau kerinduan untuk sungguh-sungguh mengenal Yesus dan kebenaran Firman Allah yang memerdekakan dan menuntut perubahan hidup/Pertobatan? Pesan Paulus mengajak kita untuk mencari bukan sekadar “ajaran baru,” tetapi Kebenaran yang kekal dan transformatif dan mengubahkan hidup kita seperti karakter Yesus Kristus. (RSL)

Warta Jemaat dapat didownload di sini